TUGAS MAKALAH
KELOMPOK IV
ALAM PIKIRAN
MANUSIA DAN PERKEMBANGAN
Untuk Menyelesaikan Tugas Mata
Kuliah
Ilmu Kealaman Dasar yang dibina
oleh
Drs. Hery Kresnadi, M.Pd
Oleh
Yulis Nurmayanti
Faisal Kananda
2A Reguler B
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2013
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan
penyusunan makalah kelompok ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas Mata Kuliah Ilmu Kealaman Dasar, yang berjudul “Alam Pikiran Manusia dan
Perkembangan”.
Dalam
penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu, khususnya kepada rekan-rekan Kelompok IV.
Makalah
ini telah disusun berdasarkan sumber-sumber yang ada, namun kami menyadari
bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran demi
perbaikan dan penyempurnaan akan kami terima dengan senang hati. Akhir kata
kami ucapkan terima kasih.
Pontianak, Maret 2013
Penyusun
Kelompok
IV
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tuhan
menciptakan dua makhluk, yang satu bersifat anorganis (benda mati) dan yang
lain bersifat organis (makhluk hidup). Benda yang menjadi pengisi bumi tunduk
pada hukum alam (deterministis) dan makhluk hidup tunduk pada hukum kehidupan
(biologis), tetapi yang jelas ciri-ciri kehidupan manusia sebagai makhluk yang
tertinggi, lebih sempurna dari hewan maupun tumbuhan.
Manusia merupakan makhluk hidup ciptaan tuhan yang
paling berhasil dalam persaingan hidup di bumi ini, meski banyak keterbatasan
fisik,seperti ukuran, kekuatan, kecepatan, dan panca inderanya, bila
dibandingkan dengan penghuni bumi lainnya. Keberhasilan itu disebabkan oleh
manusia memiliki kemampuan otak yang lebih baik daripada makhluk lainnya, yang
memungkinkan lebih mudah untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas
maka ditemukan rumusan masalah seperti :
1.
Bagaimana cara
perkembangan alam pikiran manusia?
2.
Pengertian dari
mitos dan bagaimana manusia memperoleh penalaran?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan
bagaimana cara perkembangan alam pikiran manusia.
2.
Menjelaskan apa
yang dimaksud dengan mitos dan bagaimana manusia penalaran.
BAB II
MATERI
1. Perkembangan
Pikiran Manusia
A.
Sifat Unik
Manusia
Dibandingkan dengan makhluk
lain, jasmani manusia adalah lemah, sedangkan rohani, akal budi, dan kemauannya
sangat kuat. Manusia tidak mempunyai tanduk, taji, ataupun sengat, maka untuk
membela diri terhadap serangan dari makhluk lain dan untuk melindungi diri
terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan, manusia harus memanfaatkan akal
budinya yang cemerlang. Kemauannya yang keras menyebabkan manusia dapat
mengendalikan jasmaninya.
Hal ini dapat menimbulkan
efek yang negatif misalnya, manusia dapat mogok makan, dapat minum-minuman
keras sampai mabuk, dan bahkan dapat
bunuh diri. Kalau tubuh mendapat pengaruh yang negatif dari lingkungan,
maka timbul reaksi yang mendorong tubuh supaya melepaskan diri dari lingkungan
yang merugikan itu. Tetapi kemauan keras dapat memaksa tubuh supaya tetap
menerima pengaruh yang negatif itu. Jadi, sifat
unik manusia itu adalah akal budi dan kemauannya menaklukkan jasmaninya.
B.
Rasa Ingin Tahu
Dengan pertolongan akal
budinya, manusia menemukan berbagai cara untuk melindungi diri terhadap
pengaruh lingkungan yang merugikan. Tetapi adanya akal budi itu juga
menimbulkan rasa ingin tahu yang selalu berkembang. Dengan kata lain, rasa
ingin tahu itu tidak pernah dapat dipuaskan. Akal budi manusia tidak pernah
puas dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Rasa ingin tahu mendorong
manusia untuk melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mencari jawaban
atas berbagai persoalan yang muncul di dalam pikirannya.
Kegiatan yang dilakukan
manusia itu kadang-kadang kurang serasi dengan tujuannya sehingga tidak dapat
menghasilkan pemecahan. Tetapi kegagalan biasanya tidak menimbulkan rasa putus
asa, bahkan seringkali justru membangkitkan semangat yang lebih menyala-nyala
untuk memecahkan persoalan. Dengan semangat yang makin berkobar ini diadakanlah
kegiatan-kegiatan yang dianggap lebih serasi dan dapat diharapkan akan
menghasilkan penyelesaian yang memuaskan.
Kegiatan untuk mencari
pemecahan dapat berupa:
ü Penyelidikan langsung.
ü Penggalian hasil-hasil penyelidikan yang sudah pernah
diperoleh orang lain.
ü Kerjasama dengan penyelidik-penyelidik lain yang juga
sedang memecahkan soal yang sama atau yang sejenis.
Sebenarnya setiap orang
mempunyai rasa ingin tahu, meskipun kekuatan atau intensitasnya tidak semua
sama, sedangkan bidang minatnyapun berbeda-beda. Rasa ingin tahu inilah yang
dapat diperkuat ataupun diperlemah oleh lingkungan.
Jadi rasa ingin tahu tiap
manusia pada setiap saat belum tentu sama kuat, demikian pula kelompok fenomena
yang menimbulkan rasa ingin tahu biasanya berbeda-beda dan dapat berubah-ubah
menurut keadaan. Tidak mungkin setiap individu mempunyai rasa ingin tahu yang
sama kuat terhadap segala fenomena yang terjadi dari alam.
Rasa ingin tahu yang terus
berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan
pengetahuan pada manusia itu sendiri. Hal ini tidak saja meliputi
kebutuhan-kebutuhan praktis untuk hidupnya sehari-hari seperti bercocok tanam,
tetapi pengetahuan manusia juga berkembang sampai kepada hal-hal tentang
keindahan.
C.
Rasa Ingin Tahu Menyebabkan Alam Pikiran
Manusia Berkembang
Ada dua macam perkembangan,
yaitu:
1)
Perkembangan
alam pikiran manusia sejak zaman purba hingga dewasa ini.
2)
Perkembangan
alam pikiran manusia sejak dilahirkan sampai akhir hayatnya.
Perkembangan alam pikiran
dapat juga disebabkan oleh rangsangan dari luar, tanpa dorongan dari dalam yang
berupa rasa ingin tahu. Jadi dengan kata lain, bahwa alam pikiran manusia
berkembang terutama karena ada dorongan dari dalam, yaitu rasa ingin tahu.
2.
Mitos, Penalaran, dan Pengetahuan Pangkal Kelahiran
Ilmu Pengetahuan Alam
A.
Mitos
Menurut A. Comte, bahwa
dalam sejarah perkembangan manusia itu
ada tiga tahap, yaitu:
1. Tahap teologi atau
tahap metafisika
2. Tahap filsafat
3. Tahap positif atau
tahap ilmu
Dalam tahap teologi atau
tahap metafisika, manusia menyusun mitos atau dongeng untuk mengenal realita
atau kenyataan, yaitu pengetahuan yang tidak obyektif, melainkan subyektif.
Mitos ini diciptakan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Dalam alam
pikiran, mitos, rasio atau penalaran belum terbentuk, yang bekerja hanya daya
khayal, intuisi, maupun imajinasi.
Menurut C.A. van Peursen,
mitos adalah suatu cerita yang memberikan pedoman atau arah tertentu kepada
sekelompok orang. Cerita itu dapat ditularkan, dapat pula diungkapkan lewat
tari-tarian atau pementasan wayang, dan sebagainya. Inti cerita adalah
lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia beserta lambang kejahatan
dan kebaikan, kehidupan dan kematian, dosa dan penyucian, juga perkawinan dan kesuburan.
Pada tahap teologi ini, manusia menemukan identitas
dirinya. Manusia sebagai subyek yang masih terbuka dikelilingi oleh obyek yaitu
alam, sehingga manusia mudah sekali dimasuki oleh daya dan kekuatan alam. Lewat
mitos inilah, manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam
kejadian-kejadian alam sekitarnya, dan dapat menanggapi daya kekuatan alam.
Berikut ini akan dijelaskan
contoh-contoh mengenai mitos, yaitu:
·
Gunung api
meletus hebat, menimbulkan gempa bumi, mengeluarkan lahar panas dan awan panas, sehingga menimbulkan banyak
korban manusia. Manusia pada tahap teologi (menurut A. Comte) atau pada tahap
mitos (C.A. van Peursen) belum dapat melihat realita ini dengan inderanya.
·
Gempa bumi
diduga terjadi karena Atlas (raksasa yang memikul bumi pada bahunya)
memindahkan bumi dari bahu yang satu ke bahu yang lain.
·
Gerhana bulan
disangka terjadi karena bulan dimakan raksasa.
·
Bunyi guntur
dikira ditimbulkan oleh roda kereta yang dikendarai dewa melintasi langit.
·
Hujan yang sering dijawab sebagai bocornya
atap langit.
Mencari jawaban atas masalah
seperti itu, dan menghubungkannya dengan makhluk-makhluk gaib, disebut berpikir
secara irasional. Demikianlah manusia pada tahap mitos atau teologi menjawab
keingintahuannya dengan menciptakan dongeng-dongeng atau mitos, karena alam
pikirannya masih terbatas pada imajinasi atau intuisi.
B.
Penalaran Deduktif (rasionalisme)
Dengan bertambah majunya
alam pikiran manusia dan makin berkembangnya cara-cara penyelidikan, manusia
dapat menjawab banyak pertanyaan tanpa mengarang mitos.
Menurut A. Comte, dalam
perkembangan manusia sesudah tahap mitos, manusia berkembang dalam tahap filsafat.
Pada tahap filsafat, rasio sudah terbentuk, tetapi belum ditemukan metode
berpikir secara obyektif. Rasio sudah mulai dioperasikan, tetapi kurang
obyektif. Berbeda dengan pada tahap teologi, pada tahap filsafat ini manusia
mencoba mempergunakan rasionya untuk memahami obyek secara dangkal, tetapi
obyek belum dimasuki secara metodologis yang definitif.
Perkembangan alam pikiran
manusia merupakan suatu proses, maka
manusia tidak puas dengan pemikiran ini, sehingga berkembang ke dalam tahap
positif atau tahap ilmu. Dalam tahap positif atau tahap ilmu ini, rasio sudah
dioperasikan secara obyektif. Manusia menghadapi obyek dengan rasio.
Dalam menghadapi
peristiwa-peristiwa alam, misalnya gunung api meletus yang menimbulkan banyak
korban dan kerusakan, manusia tidak lagi mengadakan selamatan dengan
tari-tarian dan nyanyian, tetapi akan mengamati peristiwa itu, mempelajari
mengapa gunung api itu dapat meletus, kemudian berusaha mencari penyelesaian
dengan tindakan-tindakan yang sesuai dengan hasil pengamatannya. Misalnya,
dengan mencegah terjadinya letusan yang hebat. Untuk mengurangi banyaknya
korban, penduduk di sekeliling gunung api tersebut dipindahkan ke daerah lain.
Inilah bukti bahwa manusia lama-kelamaan tidak puas dengan mitos sebagai
pemikiran yang irasional, kemudian mencari jawaban yang rasional.
Pemecahan secara rasional
berarti mengandalkan rasio dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Kaum
rasionalis mengembangkan paham yang disebut rasionalisme. Dalam menyusun
pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif. Penalaran deduktif
adalah cara berpikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk
menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif
ini menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme itu terdiri
atas dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu
disebut premis mayor dan premis minor.
Kesimpulan atau konklusi diperoleh dengan penalaran deduktif dari kedua premis
tersebut.
Dengan demikian, jelas bahwa
penalaran deduktif ini pertama-tama harus mulai dengan pernyataan yang sudah
pasti kebenarannya. Aksioma dasar ini yang dipakai untuk membangun sistem
pemikirannya, diturunkan atau berasal dari idea yang menurut anggapannya jelas,
tegas, dan pasti dalam pikiran manusia. Dengan penalaran deduktif ini dapat
diperoleh bermacam-macam pengetahuan mengenai sesuatu obyek tertentu tanpa ada
kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Di samping itu juga terdapat
kesulitan untuk menerapkan konsep rasional kepada kehidupan praktis.
C.
Penalaran
Induktif (empirisme)
Pengetahuan yang diperoleh
berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah
pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Mereka yang mengembangkan
pengetahuan berdasarkan pengalaman konkret disebut penganut empirisme. Paham
empirisme menganggap bahwa pengetahuan yang
benar ialah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman konkret.
Penganut empirisme menyusun
pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah
cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan, atas
gejala-gejala yang bersifat khusus. Misalnya, pada pengamatan atas logam besi,
tembaga, aluminium, dan sebagainya, jika dipanasi ternyata menunjukkan
bertambah panjang.
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan yang diperoleh hanya dengan penalaran deduktif
tidak dapat diandalkan karena bersifat abstrak dan lepas dari pengalaman.
Demikian pula dengan pengetahuan yang diperoleh hanya dari penalaran induktif
juga tidak dapat diandalkan karena kelemahan pancaindera. Karena itu himpunan
pengetahuan yang diperoleh belum dapat disebut ilmu pengetahuan.
D.
Pendekatan
Ilmiah sebagai Kelahiran Ilmu Pengetahuan Alam
Metode keilmuan atau
pendekatan ilmiah adalah perpaduan antara rasionalisme dan empirisme.
Pengetahuan yang disusun dengan cara pendekatan ilmiah atau menggunakan metode
keilmuan, diperoleh melalui kegiatan penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ini
dilaksanakan secara sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data-data
empiris. Kesimpulan dari penelitian ini dapat menghasilkan suatu teori. Metode
keilmuan itu bersifat obyektif, bebas dari keyakinan, perasaan dan prasangka
pribadi, serta bersifat terbuka.
Jadi, suatu himpunan
pengetahuan dapat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan bilamana cara
memperolehnya menggunakan metode keilmuan, yaitu gabungan antara rasionalisme
dan empirisme. Secara lengkap dapat dikatakan bahwa suatu himpunan pengetahuan
dapat disebut Ilmu Pengetahuan Alam bilamana memenuhi persyaratan berikut, yaitu: obyeknya pengalaman manusia yang berupa
gejala-gejala alam, yang dikumpulkan melalui metode keilmuan serta mempunyai
manfaat untuk kesejahteraan manusia.
3.
Metode Ilmiah sebagai Ciri Ilmu Pengetahuan Alam
Berpikir secara rasional dan
berpikir secara empiris membentuk dua kutub yang saling bertentangan. Kedua
belah pihak, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Gabungan
antara dua pendekatan rasional dan pendekatan empiris dinamakan metode ilmiah.
Rasionalisme memberi kerangka pemikiran yang koheren dan logis, sedangkan
empirisme dalam memastikan kebenarannya memberikan kerangka pengujiannya.
Dengan demikian, maka pengetahuan yang dihasilkan yaitu pengetahuan yang
konsisten dan sistematis serta dapat diandalkan, karena telah diuji secara
empiris.
Metode ilmiah merupakan cara
dalam memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Dan dapat juga dikatakan bahwa
metode ilmiah merupakan gabungan antara rasionalisme dan empirisme. Cara-cara
berpikir rasional dan empiris tersebut tercermin dalam langkah-langkah yang
terdapat dalam proses kegiatan ilmiah tersebut.
Kerangka dasar, prosedurnya
dapat diuraikan atas langkah-langkah seperti berikut:
1.
Penemuan atau
penentuan masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menghadapi berbagai
masalah. Kesadaran mengenai masalah yang kita temukan secara empiris tersebut
menyebabkan kita mulai memikirkannya secara rasional.
2.
Perumusan
kerangka masalah
Langkah ini merupakan usaha untuk mendeskripsikan
permasalahannya secara lebih jelas.
3.
Pengajuan
hipotesis
Hipotesis adalah kerangka pemikiran sementara yang
menjelaskan hubungan antara unsur-unsur yang membentuk suatu kerangka
permasalahan.
4.
Deduksi
hipotesis
Kadang-kadang, dalam menjembatani permasalahan secara
rasional dengan pembuktian secara empiris membutuhkan langkah perantara.
5.
Pengujian hipotesis
Langkah ini merupakan usaha untuk mengumpulkan
fakta-fakta yang relevan dengan deduksi hipotesis.
6. Keterbatasan dan
keunggulan metode ilmiah.
·
Keterbatasan:
Semua kesimpulan ilmiah atau
kebenaran ilmu termasuk Ilmu Pengetahuan Alam bersifat tentatif, yang artinya
kesimpulan itu di anggap benar selama belum ada kebenaran ilmu yang dapat
menolak kesimpulan itu, sedangkan kesimpulan ilmiah yang dapat menolak
kesimpulan ilmiah yang terdahulu, menjadi kebenaran ilmu yang baru.
Keterbatasan lain dari metode ilmiah adalah tidak dapat menjangkau untuk
membuat kesimpulan yang bersangkutan dengan baik dan buruk atau sistem nilai,
tentang seni dan keindahan, dan juga tidak dapat menjangkau untuk menguji
adanya Tuhan.
·
Keunggulan:
Ilmu atau Ilmu Pengetahuan
Alam mempunyai ciri khas yaitu obyektif, metodik, sistematik, dan berlaku umum.
Dengan sifat-sifat tersebut, maka orang yang berkecimpung atau selalu
berhubungan dengan ilmu pengetahuan akan terbimbing sedemikian rupa hingga
padanya terkembangkan suatu sikap ilmiah.
Yang dimaksud dengan sikap ilmiah tersebut adalah
sikap:
a.
Mencintai
kebenaran yang obyektif, dan bersikap adil.
b.
Menyadari bahwa
kebenaran ilmu tidak absolut.
c.
Tidak percaya
pada takhayul, astrologi, maupun untung-untungan.
d.
Ingin tahu lebih
banyak.
e.
Tidak berpikir
secara prasangka.
f.
Tidak percaya
begitu saja pada suatu kesimpulan tanpa adanya bukti-bukti yang nyata.
g.
Optimis, teliti,
dan berani menyatakan kesimpulan yang menurut keyakinan ilmiahnya adalah benar.
BAB
III
PENUTUPAN
1.
Kesimpulan
Manusia dan hewan berbeda, dimana hewan juga
mempunyai rasa ingin tahu tetapi rasa ingin tahu tersebut tidak berkembang. Segala
aktivitasnya didorong oleh instink itu dengan tujuan untuk melestarikan
hidupnya. Untuk itulah mereka mencari makan, melindungi diri dan berkembang
biak. Sedangkan manusia mempunyai rasa ingin tahu yang berkembang. Berlandaskan
pada pengetahuan tentang beberapa rahasia alam yang diperolehnya, manusia
kemudian berusaha untuk menguasai dan memanfaatkan pengetahuannya untuk
memperbaiki kualitas dan pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Rasa ingin tahu yang terdapat pada manusia ini
menyebabkan pengetahuan mereka menjadi berkembang. Dengan demikian manusia
memanfaatkan pengetahuan mereka untuk memecahkan penyebab fenomena mitos
terjadi.
Sehingga
alam pikiran manusia berkembang karena ada dorongan dari dalam, yaitu rasa
ingin tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar