TUGAS INDIVIDU
KEHIDUPAN MASYARAKAT
SUKU KOROWAI DI IRIAN JAYA
Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah
Perspektif Global yang dibina oleh
Drs. H. Suhardi Marli, M. Pd
Oleh
Yulis Nurmayanti
F32112023
2A Reguler B
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadiran
Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya saya bisa menyelesaikan penyusunan makalah kelompok ini. Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Perspektif Global, yang
berjudul “Suku Pedalaman di Indonesia, Suku Korowai Papua”.
Dalam penyusunan makalah ini saya
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Makalah ini telah disusun berdasarkan
sumber-sumber yang ada, namun saya menyadari bahwa makalah ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan
akan saya terima dengan senang hati. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.
Pontianak,
Juni 2013
Penyusun
Yulis Nurmayanti
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR.........................................................................................................
i
DAFTAR ISI
......................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
....................................................................................................
1
B.
Pokok
Permasalahan ...........................................................................................
2
C.
Tujuan
.................................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Suku Korowai ...................................................................................
3
B.
Budaya
– Budaya Suku Korowai ........................................................................
3
C.
Keunikan
Masyarakat Suku Korawai ..................................................................
5
D.
Kehidupan
Suku Korawai ....................................................................................
6
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
.........................................................................................................
9
B.
Saran
...................................................................................................................
9
DAFTAR PUSTAKA
.........................................................................................................
10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tanah Papua memang menyimpan sejuta
pesona. Selain hutan rimbanya yang misterius, budaya yang berlindung dibalik
rerimbunan klorofil juga sangat menawan. Selain flora dan fauna yang
masih lestari ditambah panorama alam yang sedap dipandang mata, Bumi
Cendrawasih ini juga memiliki keunikan yang tidak banyak diketahui oleh orang
banyak.
Selain keindahan dan kekayaan alamnya,
kehidupan suku-suku di Papua sangatlah menarik. Salah satunya adalah Suku
Korowai, yang tinggal di rumah pohon setinggi 15 hingga 50 meter. Mereka punya
pelajaran tentang kecintaan terhadap alam. Suku Korowai mendiami wilayah
Kaibar, Kabupaten Mappi, Papua. Jika berkunjung ke rumah pohon Suku Korowai,
maka kita harus menelusuri lebat dan liarnya hutan Papua. Menelusuri hutan
lebat Papua, berarti menelusuri hutan yang masih sangat alami dan tidak pernah
dirusak oleh tangan-tangan manusia. Menjaga kelestarian alam adalah tanggung
jawab dari Suku Korowai. Mereka sangat peduli dengan alam Papua.
Sepanjang jalan kita akan menemukan
satwa-satwa, seperti burung urip atau nuri Papua, serangga hutan, kupu-kupu
hutan dan bahkan burung cendrawasih yang berkeliaran bebas di hutan tersebut.
Pepohonan-pepohonan yang besar dan mempunyai tinggi puluhan meter, terik
matahari, serta udara yang sejuk.
Pada ahun 1970-an lalu,
di mana seorang misionaris Kristen datang ke sana dan mulai hidup bersama suku
Korowai. Dari misionaris ini pula lah pada akhirnya suku Korowai mempelajari
bahasa mereka, yaitu bahasa Awyu-Dumut, sebuah bahasa dari wilayah
tenggara Papua. Pada tahun 1979, misionaris Belanda tersebut mendirikan sebuah
pemukiman yang disebut Yarinuma. Di sini tinggal suku Korowai yang telah
terbuka pada dunia luar. Biasanya yang datang kemari adalah anggota suku
Korowai yang masih muda.
Selanjutnya, Pada tahun 1995, George Steinmetz, seorang fotografer mendokumentasikan suku orang-orang yang tinggal di pohon di Irian Jaya. Mereka sebelumnya tidak pernah berinteraksi dengan orang asing dan mereka tidak mengenal bahasa mereka hanya memakai bahasa suku saja. Jauh dipedalaman rimba Papua, tepat dikaki gunung Jaya Wijaya terdapat suku Korowai yang tinggal di pesisir sungai Brazza. Kunjungan lain juga dilakukan oleh Rupert Stasch, seorang antropolog dari Reed College, Oregon. Stasch tinggal selama 16 bulan bersama suku Korowai untuk mempelajari kebudayaan mereka. Hasil penelitiannya ini kemudian diterbitkan dalam jurnal Oceania. Pada bulan Januari – Februari 2011, tim Human Planet BBC juga mendatangi suku Korowai untuk mengabadikan kebudayaan mereka yang unik dalam membangun rumah. Kurang lebih 3.000 orang yang tergabung dalam masyarakat suku Korowai tinggal dengan cara yang masih sangat tradisional dan menjaga adat istiadat yang mereka percaya.
Selanjutnya, Pada tahun 1995, George Steinmetz, seorang fotografer mendokumentasikan suku orang-orang yang tinggal di pohon di Irian Jaya. Mereka sebelumnya tidak pernah berinteraksi dengan orang asing dan mereka tidak mengenal bahasa mereka hanya memakai bahasa suku saja. Jauh dipedalaman rimba Papua, tepat dikaki gunung Jaya Wijaya terdapat suku Korowai yang tinggal di pesisir sungai Brazza. Kunjungan lain juga dilakukan oleh Rupert Stasch, seorang antropolog dari Reed College, Oregon. Stasch tinggal selama 16 bulan bersama suku Korowai untuk mempelajari kebudayaan mereka. Hasil penelitiannya ini kemudian diterbitkan dalam jurnal Oceania. Pada bulan Januari – Februari 2011, tim Human Planet BBC juga mendatangi suku Korowai untuk mengabadikan kebudayaan mereka yang unik dalam membangun rumah. Kurang lebih 3.000 orang yang tergabung dalam masyarakat suku Korowai tinggal dengan cara yang masih sangat tradisional dan menjaga adat istiadat yang mereka percaya.
B. Pokok Permasalahan
a. Seperti apakah
keunikan suku Korowai di Papua?
b. Bagaimanakah
kehidupan suku Korowai?
C. Tujuan
Tujuan saya menulis makalah
tentang suku koroeai di Irian jaya adalah karena keunikan dari suku tersebut.
Dimana suku tersebut berada di dalam kawasan yang tidak mengenal dunia luar
sehingga kehidupan
masyarakat Korowai masih sangat tradisional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Suku Korowai
Suku Korowai adalah suku yang tinggal
di tanah Indonesia. Secara geografis, masyarakat Korowai adalah penduduk
Indonesia. Namun jangan tanyakan hal tersebut oleh masyarakat Korowai, berada
di perkampungan masyarakat Korowai seakan berada di tempat lain yang tidak
terpetakan. Menuju ke tempat ini pun harus ditempuh dengan perjalanan udara,
menelusuri sungai, berjalan kaki menembus belantara serta melewati rawa dan
lumpur.
Suku Korowai hidup di pedalaman hutan rimba kaki Gunung Jaya Wijaya, Papua, Indonesia. Sampai sekarang
suku ini masih dalam kondisi Primitif alias belum kenal pendidikan (baca &
tulis). Cara hidup yang unik dan menyatu dengan alam membuat tempat ini banyak
dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun manca negara.
Secara lokasi, dapat dipastikan
kehidupan masyarakat Korowai masih sangat tradisional. Tidak ada rumah sakit
atau fasilitas umum lainnya. Semua seakan menyatu dengan alam yang menjadi
nilai luhur masyarakat Korowai. Uniknya tidak hanya cara hidup yang masih
tradisional, masyarakat Korowai juga dikenal dengan sebutan “manusia pohon”
karena rumah mereka memang berada diatas pohon.
Sangat jarang ditemukan artikel
tentang kehidupan mereka dalam bahasa Indonesia. Justru banyak peneliti asing
yang mengunjungi mereka dan mempelajari kehidupan suku mereka yang unik.
B. Budaya – Budaya Suku Korowai
Suku Korowai adalah salah satu suku di
Irian yang tidak memakai koteka. Berikut beberapa dari budaya-budaya Suku Korowai:
1. Kaum lelaki suku ini memasuk-paksa-kan penis mereka ke
dalam kantong jakar (scrotum) dan kemudian pada ujungnya mereka balut ketat
dengan sejenis daun.
2. Sementara kaum perempuan hanya memakai rok pendek terbuat
dari daun sagu. Sagu adalah makanan utama mereka.
3. Senjata mereka adalah panah yang matanya terbuat dari
tulang.
4. Rumah Pohon Suku Korowai.
C. Keunikan Masyarakat Suku Korowai
Masyarakt Suku Korawai
tinggal di Rumah Pohon sangatlah unik. Mereka membangun rumah di atas pohon
supaya tidak terganggu dari serangan binatang buas. Bahan yang digunakan untuk
membuat rumah pohon tersebut, berasal dari rawa dan hutan di sekitar mereka.
Seperti kayu, rotan, akar, dan ranting pohon. Sungguh suatu keajaiban dunia.
Bahan-bahan yang sederhana tersebut dapat dibentuk menjadi sebuah rumah yang
kokoh dan indah di pohon dengan ketinggian 15 hingga 50 meter.
Tinggi di atas tanah
sebuah hutan, jauh di hutan dataran rendah berawa Papua, rumah pohon menyapa
mata penjelajah dari penjuru dunia. Rumah pohon di ketinggian lebih dari 80
kaki di atas tanah. Ini adalah konstruksi suku Korowai, suku yang menghiasi
tubuh mereka dengan tulang dan salah satu di antara adat mereka adalah
kanibalisme.
Rumah pohon yang
dibangun dengan kayu yang diambil dari hutan sekitar tempat tinggal yang ingin
mereka bangun dengan menggunakan kapak yang terbuat dari batu. Rumah ini
melindungi diri dari panas dan serangga di bawah hutan belantara, melindungi
mereka pula dari banjir yang menghadang ketika musim hujan. Selain itu rumah
ini memiliki fungsi yakni sebagai benteng tempat berlindung ketika terjadi
konflik antar suku.
Rumah-rumah sederhana itu terbuat dari
pelepah daun nipah, pohon penghasil sagu. Untuk atap nya dan alas rumah dibuat
dari kulit katu balsa yg diserut dengan pisau karang. Hal ini membuat rumah
pohon tidak lah sederhana karena letaknya yg berada 40-50 m dari atas tanah.
Rumah yang dapat menampung 5 keluarga ini proses pembangunannya membutuhkan
waktu minimal 2 thn.
Sebenarnya hal ini tidak cocok jika Suku
Korowai dianggap suku primitif. Terlihat dari ketatnya aturan dalam hal etika
kesusilaan dibanding dengan masyarakat modern pada umumnya. Terbukti, kondisi
rumah berukuran 6 X 11 X 7 meter terbut terbagi 2 ruangan yakni ruang laki-laki
dan ruang wanita lengkap dengan beranda masing-masing. Kaum laki-laki tidak
boleh masuk keruangan wanita, begitu juga sebaliknya.
Jangankan masuk, untuk berbicara pun
tidak dilakukan secara tatap muka melainkan melalui pembatas. Pengecualian bagi
laki-laki yg masih menyusui boleh berada dalam ruangan wanita sampai berhenti
menyusu. Bilik wanita juga sekaligus menjadi tempat penyimpanan semua harta
kekayaan dan binatang peliharaan, mulai dari kalung taring babi,gigi anjing,
kalung kerang hingga anjing dan babi.
Diatas ketinggian hingga mencapai 20
meter, masyarakat Korowai tinggal lazimnya orang yang tinggal di rumah pada
umumnya. Uniknya, lokasi rumah yang berada diketinggian pohon tersebut, tidak
menjadi masalah bagi para penghuninya termasuk orang tua (kakek, nenek) anak
kecil, ibu yang menggendong bayi hingga wanita hamil sekalipun.
Rumah pohon yang
ditinggali masyarakat Korowai terbuat dari kayu yang diambil dari sekitar
hutan. Cara membangun rumah ini pun masih menggunakan metode tradisional dengan
menggunakan kapak yang terbuat dari batu. Rumah pohon bagi masyarakat Korowai
adalah hal yang sangat krusial dalam kehidupan. Rumah Pohon dibuat untuk
menghindari serangan binatang buas serta nyamuk penyebar malaria. Selain itu,
rumah pohon juga sangat berguna untuk mengontrol hewan perburuan seperti babi
hutan.
Terdapat beberapa alasan mengapa suku Korowai
membuat rumah di atas pohon yang sangat tinggi:
·
Menghindari
gangguan binatang buas,
·
Srategi
berburu, karena dari atas pohon mereka dapat dengan leluasa mengontrol rusa dan
babi hutan yang melintas di bawah rumahnya,
·
Tentunya
karena adat istiadat mereka yang telah turun temurun, serta paktor alam yang
membuat mereka merasa lebih aman.
Ketika kita naik dan sudah
berada di rumah pohon, ‘lautan’ hutan yang hijau dan awan yang biru akan
membuat Anda ingin lebih lama tinggal di rumah pohon. Dari ketinggian puluhan
meter di atas tanah, kita dapat melihat dengan jelas hutan Papua yang lebat dan
indah. Mungkin, bisa dibilang kita sedang melihat sebagian ‘paru-paru’
Indonesia.
D. Kehidupan Masyarakat Suku Korowai
Selain masyarakat suku Korowai
memiliki rumah pohon yang sangat tinggi, ada beberapa alasan mereka
meninggalkan rumah pohonnya yang sangat tinggi, antara lain:
1.
Suku Korowai hanya turun dari rumah untuk
mencari makanan, seperti buah-buahan dan daging. Uniknya, mereka berburu hanya
sedang lapar.
2.
Selain itu, mereka juga tidak pernah menebang
sembarang pohon. Mereka menebang pohon hanya untuk keperluan secukupnya. Maka
tidak heran, jika sudah sejak ratusan tahun Suku Korowai menetap di hutan
Papua, namun hutannya masih lebat dan terjaga kelestarian flora dan
faunanya.Kadang kita harus berkaca pada kehidupan Suku Korowai tentang
keseimbangan alam. Bertamu ke rumah pohon Suku Korowai, akan menambah kekayaan
pada diri Anda tentang ilmu dan kesadaran mencintai alam.
3.
Mereka terampil berburu, seperti berburu
mangsa termasuk kasuari dan babi hutan.
Suku ini masih dalam perdagangan benda
seperti tulang perhiasan dan pisau, dan mungkin baru diperkenalkan kepada logam
dan ide pakaian di tahun 1970-an, ketika misionaris pertama tiba. Alat-alat
seperti bambu yang tajam digunakan untuk mengiris daging, kerang untuk
menampung air, dan air panas di batu tempat memasak.
Uniknya, walaupun sama-sama suku dari
Papua, tidak semua diantara para suku itu bisa memanjatnya rumah Korowai. Ada
teknik tertentu dan hanya suku rumah pohon yang bisa melakukannya. Jika sampai
terpeleset bakal terjatuh dan dipastikan luka parah bahkan kematian bakal
merengut. Soal memanjat, suku Korowai adalah ahlinya, bayangkan bagaimana
mereka membawa anjing dan babi dari bawah dibawa naik kedalam rumah dan
sebaliknya.
Wanita Korowai juga gemar berdandan,
mulai dari hidung yg di gantungi perhiasan dari rotan dan kalung dari kerang.
Lengan berhias gelang akar rotan dan cawat kecil buat menutupi aurat. Sedangkan
kaum laki-laki hanya bertelanjang bulat.
Saat sebagian besar anggota suku Korowai
mulai mau turun pohon untuk bermukim dirumah-rumah biasa, mereka semakin
terbuka untuk berbincang-bincang dengan orang dari luar suku mereka.
Beberapa anggota suku korowai dengan keras membantah kalau sukunya memiliki
kegemaran pemakan manusia.
Mereka menjelaskan, apa yang dilakukan
hanyalah sebatas ritual untuk mengingatkan kepada pihak lain bahwa yg dilakukan
sudah kelewat batas. Mereka yang sudah hidup didaratan mengatakan suku Korowai
tidak main panah bila bertemu pendatang baru atau suku lainnya. Apalagi
kemudian memakan dagingnya.
a.
Kanibalisme juga hal yang umum dalam sejarah
kedua suku karowai. Kanibalisme penting dalam dunia gaib, mirip kepercayaan
untuk Korowai dan mungkin juga telah dilakukan sebagai bagian dari sistem peradilan
pidana mereka. Sepertinya pohon tidak dipercaya pada alam kematian, tetapi
kematian yang disebabkan oleh sihir – juga diyakini menjadi penyebab perang
antar suku.
Masyarakat
Korowai tidak mengonsumsi daging manusia secara sembarangan. Berdasarkan
kepercayaan yang mereka anut, suku Korowai hanya membunuh manusia yang dianggap
melanggar aturan dalam kepercayaan mereka. Salah satunya jika salah seorang
warga diketahui sebagai tukang sihir atau khuakhua.
b.
Babi dalam budaya suku Korowai digunakan
dalam penyelesaian sengketa-antara keluarga, dan juga dikorbankan dalam
kompleks ketika upacara dengan membiarkan darah mereka ke dalam sungai sebagai
korban ke salah satu dewa. Babi berperan dalam kehidupan agama Korowai juga
yang diisi dengan semua jenis roh – di atas semua roh leluhur mereka yang
dikorbankan adalah binatang pada saat kesulitan.
c.
Pesta adat yang yang dinikmati oleh suku
Korowai adalah makan dari Sagu, makanan lain yang lezat adalah tempayak dari kumbang
Capricorn, yang merupakan hasil panenan dari pohon sagu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suku
Korowai adalah suku yang tinggal di tanah Indonesia. Secara geografis,
masyarakat Korowai adalah penduduk Indonesia. Namun jangan tanyakan hal
tersebut oleh masyarakat Korowai, berada di perkampungan masyarakat Korowai
seakan berada di tempat lain yang tidak terpetakan. Menuju ke tempat ini pun
harus ditempuh dengan perjalanan udara, menelusuri sungai, berjalan kaki
menembus belantara serta melewati rawa dan lumpur.
Secara
lokasi, dapat dipastikan kehidupan masyarakat Korowai masih sangat tradisional.
Tidak ada rumah sakit atau fasilitas umum lainnya. Semua seakan menyatu dengan
alam yang menjadi nilai luhur masyarakat Korowai. Uniknya tidak hanya cara hidup
yang masih tradisional, masyarakat Korowai juga dikenal dengan sebutan “manusia
pohon” karena rumah mereka memang berada diatas pohon.
Alasan
adat mungkin menjadi alasan kuat mengapa suku Korowai masih mempertahankan
rumah pohon hingga saat ini. Hal tersebut mungkin yang membuat suku Korowai
merasa nyaman untuk tinggal dirumah pohon tersebut karena mengandung nilai adat
istiadat yang tinggi dan dijaga secara turun temurun.
B. Saran
Masyarakat Korowai sering dianggap
terbelakang dari perkembangan sosial yang terjadi pada ranah domestik maupun
internasional. Namun masyarakat Korowai ini adalah bukti nyata kepedulian
sebuah tatanan adat istiadat yang sangat menghargai dan menghormati budaya
serta alam yang selama ini menjadi nilai dasar kehidupan mereka. Selain itu,
keunikan rumah pohon yang menjadi tempat tinggal masyarakat Korowai juga
menjadi simbol pentingnya kebudayaan dan adat istiadat sebagai tulang punggung
kehidupan.
Apabila
ingin mengenal masyarakat suku Korowai di Papua Irian Jaya, Kita juga dapat
melihat kehidupan suku korowai di link http://www.youtube.com/watch?v=p61KqiQZAiw
, atau cara membuat rumah pohon suku korowai di http://www.youtube.com/watch?v=3k_YQDBI85o
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar