Rabu, 26 Februari 2014

Alam Pikiran Manusia dan Perkembangan

TUGAS MAKALAH
KELOMPOK IV
ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGAN

Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah
Ilmu Kealaman Dasar yang dibina oleh
Drs. Hery Kresnadi, M.Pd

Oleh
Yulis Nurmayanti
Faisal Kananda

2A Reguler B














PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2013


 KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan penyusunan makalah kelompok ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ilmu Kealaman Dasar, yang berjudul “Alam Pikiran Manusia dan Perkembangan”.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada rekan-rekan Kelompok IV.
Makalah ini telah disusun berdasarkan sumber-sumber yang ada, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan akan kami terima dengan senang hati. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.


Pontianak,  Maret 2013
Penyusun


Kelompok IV
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Tuhan menciptakan dua makhluk, yang satu bersifat anorganis (benda mati) dan yang lain bersifat organis (makhluk hidup). Benda yang menjadi pengisi bumi tunduk pada hukum alam (deterministis) dan makhluk hidup tunduk pada hukum kehidupan (biologis), tetapi yang jelas ciri-ciri kehidupan manusia sebagai makhluk yang tertinggi, lebih sempurna dari hewan maupun tumbuhan.
Manusia merupakan makhluk hidup ciptaan tuhan yang paling berhasil dalam persaingan hidup di bumi ini, meski banyak keterbatasan fisik,seperti ukuran, kekuatan, kecepatan, dan panca inderanya, bila dibandingkan dengan penghuni bumi lainnya. Keberhasilan itu disebabkan oleh manusia memiliki kemampuan otak yang lebih baik daripada makhluk lainnya, yang memungkinkan lebih mudah untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
  
B.     Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka ditemukan rumusan masalah seperti :
1.    Bagaimana cara perkembangan alam pikiran manusia?
2.    Pengertian dari mitos dan bagaimana manusia memperoleh penalaran?

C.     Tujuan Penulisan

1.    Menjelaskan bagaimana cara perkembangan alam pikiran manusia.
2.    Menjelaskan apa yang dimaksud dengan mitos dan bagaimana manusia penalaran.



BAB II
MATERI


1.    Perkembangan Pikiran Manusia

A.      Sifat Unik Manusia
Dibandingkan dengan makhluk lain, jasmani manusia adalah lemah, sedangkan rohani, akal budi, dan kemauannya sangat kuat. Manusia tidak mempunyai tanduk, taji, ataupun sengat, maka untuk membela diri terhadap serangan dari makhluk lain dan untuk melindungi diri terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan, manusia harus memanfaatkan akal budinya yang cemerlang. Kemauannya yang keras menyebabkan manusia dapat mengendalikan jasmaninya.
Hal ini dapat menimbulkan efek yang negatif misalnya, manusia dapat mogok makan, dapat minum-minuman keras sampai mabuk, dan bahkan dapat  bunuh diri. Kalau tubuh mendapat pengaruh yang negatif dari lingkungan, maka timbul reaksi yang mendorong tubuh supaya melepaskan diri dari lingkungan yang merugikan itu. Tetapi kemauan keras dapat memaksa tubuh supaya tetap menerima pengaruh yang negatif itu. Jadi, sifat unik manusia itu adalah akal budi dan kemauannya menaklukkan jasmaninya.

B.       Rasa Ingin Tahu
Dengan pertolongan akal budinya, manusia menemukan berbagai cara untuk melindungi diri terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan. Tetapi adanya akal budi itu juga menimbulkan rasa ingin tahu yang selalu berkembang. Dengan kata lain, rasa ingin tahu itu tidak pernah dapat dipuaskan. Akal budi manusia tidak pernah puas dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Rasa ingin tahu mendorong manusia untuk melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mencari jawaban atas berbagai persoalan yang muncul di dalam pikirannya.
Kegiatan yang dilakukan manusia itu kadang-kadang kurang serasi dengan tujuannya sehingga tidak dapat menghasilkan pemecahan. Tetapi kegagalan biasanya tidak menimbulkan rasa putus asa, bahkan seringkali justru membangkitkan semangat yang lebih menyala-nyala untuk memecahkan persoalan. Dengan semangat yang makin berkobar ini diadakanlah kegiatan-kegiatan yang dianggap lebih serasi dan dapat diharapkan akan menghasilkan penyelesaian yang memuaskan.
Kegiatan untuk mencari pemecahan dapat berupa:
ü Penyelidikan langsung. 
ü Penggalian hasil-hasil penyelidikan yang sudah pernah diperoleh orang lain.
ü Kerjasama dengan penyelidik-penyelidik lain yang juga sedang memecahkan soal yang sama atau yang sejenis.
Sebenarnya setiap orang mempunyai rasa ingin tahu, meskipun kekuatan atau intensitasnya tidak semua sama, sedangkan bidang minatnyapun berbeda-beda. Rasa ingin tahu inilah yang dapat diperkuat ataupun diperlemah oleh lingkungan.
Jadi rasa ingin tahu tiap manusia pada setiap saat belum tentu sama kuat, demikian pula kelompok fenomena yang menimbulkan rasa ingin tahu biasanya berbeda-beda dan dapat berubah-ubah menurut keadaan. Tidak mungkin setiap individu mempunyai rasa ingin tahu yang sama kuat terhadap segala fenomena yang terjadi dari alam.
Rasa ingin tahu yang terus berkembang dan seolah-olah tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia itu sendiri. Hal ini tidak saja meliputi kebutuhan-kebutuhan praktis untuk hidupnya sehari-hari seperti bercocok tanam, tetapi pengetahuan manusia juga berkembang sampai kepada hal-hal tentang keindahan.

C.        Rasa Ingin Tahu Menyebabkan Alam Pikiran Manusia Berkembang
Ada dua macam perkembangan, yaitu:
1)   Perkembangan alam pikiran manusia sejak zaman purba hingga dewasa ini.
2)   Perkembangan alam pikiran manusia sejak dilahirkan sampai akhir hayatnya.
Perkembangan alam pikiran dapat juga disebabkan oleh rangsangan dari luar, tanpa dorongan dari dalam yang berupa rasa ingin tahu. Jadi dengan kata lain, bahwa alam pikiran manusia berkembang terutama karena ada dorongan dari dalam, yaitu rasa ingin tahu.

2.        Mitos, Penalaran, dan Pengetahuan Pangkal Kelahiran Ilmu Pengetahuan Alam

A.      Mitos
Menurut A. Comte, bahwa dalam sejarah perkembangan manusia itu  ada tiga tahap, yaitu:
1.      Tahap teologi atau tahap metafisika
2.      Tahap filsafat
3.      Tahap positif atau tahap ilmu
Dalam tahap teologi atau tahap metafisika, manusia menyusun mitos atau dongeng untuk mengenal realita atau kenyataan, yaitu pengetahuan yang tidak obyektif, melainkan subyektif. Mitos ini diciptakan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Dalam alam pikiran, mitos, rasio atau penalaran belum terbentuk, yang bekerja hanya daya khayal, intuisi, maupun imajinasi.
Menurut C.A. van Peursen, mitos adalah suatu cerita yang memberikan pedoman atau arah tertentu kepada sekelompok orang. Cerita itu dapat ditularkan, dapat pula diungkapkan lewat tari-tarian atau pementasan wayang, dan sebagainya. Inti cerita adalah lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia beserta lambang kejahatan dan kebaikan, kehidupan dan kematian, dosa dan penyucian, juga perkawinan dan kesuburan.
Pada tahap teologi ini, manusia menemukan identitas dirinya. Manusia sebagai subyek yang masih terbuka dikelilingi oleh obyek yaitu alam, sehingga manusia mudah sekali dimasuki oleh daya dan kekuatan alam. Lewat mitos inilah, manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam kejadian-kejadian alam sekitarnya, dan dapat menanggapi daya kekuatan alam.
Berikut ini akan dijelaskan contoh-contoh mengenai mitos, yaitu:
·      Gunung api meletus hebat, menimbulkan gempa bumi, mengeluarkan lahar panas dan  awan panas, sehingga menimbulkan banyak korban manusia. Manusia pada tahap teologi (menurut A. Comte) atau pada tahap mitos (C.A. van Peursen) belum dapat melihat realita ini dengan inderanya.
·      Gempa bumi diduga terjadi karena Atlas (raksasa yang memikul bumi pada bahunya) memindahkan bumi dari bahu yang satu ke bahu yang lain.
·      Gerhana bulan disangka terjadi karena bulan dimakan raksasa.
·      Bunyi guntur dikira ditimbulkan oleh roda kereta yang dikendarai dewa melintasi langit.
·      Hujan yang sering dijawab sebagai bocornya atap langit.
Mencari jawaban atas masalah seperti itu, dan menghubungkannya dengan makhluk-makhluk gaib, disebut berpikir secara irasional. Demikianlah manusia pada tahap mitos atau teologi menjawab keingintahuannya dengan menciptakan dongeng-dongeng atau mitos, karena alam pikirannya masih terbatas pada imajinasi atau intuisi.

B.        Penalaran Deduktif (rasionalisme)
Dengan bertambah majunya alam pikiran manusia dan makin berkembangnya cara-cara penyelidikan, manusia dapat menjawab banyak pertanyaan tanpa mengarang mitos.
Menurut A. Comte, dalam perkembangan manusia sesudah tahap mitos, manusia berkembang dalam tahap filsafat. Pada tahap filsafat, rasio sudah terbentuk, tetapi belum ditemukan metode berpikir secara obyektif. Rasio sudah mulai dioperasikan, tetapi kurang obyektif. Berbeda dengan pada tahap teologi, pada tahap filsafat ini manusia mencoba mempergunakan rasionya untuk memahami obyek secara dangkal, tetapi obyek belum dimasuki secara metodologis yang definitif.
Perkembangan alam pikiran manusia merupakan suatu proses,  maka manusia tidak puas dengan pemikiran ini, sehingga berkembang ke dalam tahap positif atau tahap ilmu. Dalam tahap positif atau tahap ilmu ini, rasio sudah dioperasikan secara obyektif. Manusia menghadapi obyek dengan rasio.
Dalam menghadapi peristiwa-peristiwa alam, misalnya gunung api meletus yang menimbulkan banyak korban dan kerusakan, manusia tidak lagi mengadakan selamatan dengan tari-tarian dan nyanyian, tetapi akan mengamati peristiwa itu, mempelajari mengapa gunung api itu dapat meletus, kemudian berusaha mencari penyelesaian dengan tindakan-tindakan yang sesuai dengan hasil pengamatannya. Misalnya, dengan mencegah terjadinya letusan yang hebat. Untuk mengurangi banyaknya korban, penduduk di sekeliling gunung api tersebut dipindahkan ke daerah lain. Inilah bukti bahwa manusia lama-kelamaan tidak puas dengan mitos sebagai pemikiran yang irasional, kemudian mencari jawaban yang rasional.
Pemecahan secara rasional berarti mengandalkan rasio dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Kaum rasionalis mengembangkan paham yang disebut rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah cara berpikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme itu terdiri atas dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu disebut  premis mayor dan premis minor. Kesimpulan atau konklusi diperoleh dengan penalaran deduktif dari kedua premis tersebut.
Dengan demikian, jelas bahwa penalaran deduktif ini pertama-tama harus mulai dengan pernyataan yang sudah pasti kebenarannya. Aksioma dasar ini yang dipakai untuk membangun sistem pemikirannya, diturunkan atau berasal dari idea yang menurut anggapannya jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran manusia. Dengan penalaran deduktif ini dapat diperoleh bermacam-macam pengetahuan mengenai sesuatu obyek tertentu tanpa ada kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Di samping itu juga terdapat kesulitan untuk menerapkan konsep rasional kepada kehidupan praktis. 
C.       Penalaran Induktif (empirisme)
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Mereka yang mengembangkan pengetahuan berdasarkan pengalaman konkret disebut penganut empirisme. Paham empirisme menganggap bahwa pengetahuan yang  benar ialah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman konkret.
Penganut empirisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan, atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Misalnya, pada pengamatan atas logam besi, tembaga, aluminium, dan sebagainya, jika dipanasi ternyata menunjukkan bertambah panjang.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang diperoleh hanya dengan penalaran deduktif tidak dapat diandalkan karena bersifat abstrak dan lepas dari pengalaman. Demikian pula dengan pengetahuan yang diperoleh hanya dari penalaran induktif juga tidak dapat diandalkan karena kelemahan pancaindera. Karena itu himpunan pengetahuan yang diperoleh belum dapat disebut ilmu pengetahuan.

D.      Pendekatan Ilmiah sebagai Kelahiran Ilmu Pengetahuan Alam
Metode keilmuan atau pendekatan ilmiah adalah perpaduan antara rasionalisme dan empirisme. Pengetahuan yang disusun dengan cara pendekatan ilmiah atau menggunakan metode keilmuan, diperoleh melalui kegiatan penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ini dilaksanakan secara sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data-data empiris. Kesimpulan dari penelitian ini dapat menghasilkan suatu teori. Metode keilmuan itu bersifat obyektif, bebas dari keyakinan, perasaan dan prasangka pribadi, serta bersifat terbuka.
Jadi, suatu himpunan pengetahuan dapat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan bilamana cara memperolehnya menggunakan metode keilmuan, yaitu gabungan antara rasionalisme dan empirisme. Secara lengkap dapat dikatakan bahwa suatu himpunan pengetahuan dapat disebut Ilmu Pengetahuan Alam bilamana memenuhi persyaratan berikut, yaitu: obyeknya pengalaman manusia yang berupa gejala-gejala alam, yang dikumpulkan melalui metode keilmuan serta mempunyai manfaat untuk kesejahteraan manusia.  

3.        Metode Ilmiah sebagai Ciri Ilmu Pengetahuan Alam

Berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris membentuk dua kutub yang saling bertentangan. Kedua belah pihak, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Gabungan antara dua pendekatan rasional dan pendekatan empiris dinamakan metode ilmiah. Rasionalisme memberi kerangka pemikiran yang koheren dan logis, sedangkan empirisme dalam memastikan kebenarannya memberikan kerangka pengujiannya. Dengan demikian, maka pengetahuan yang dihasilkan yaitu pengetahuan yang konsisten dan sistematis serta dapat diandalkan, karena telah diuji secara empiris.
Metode ilmiah merupakan cara dalam memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Dan dapat juga dikatakan bahwa metode ilmiah merupakan gabungan antara rasionalisme dan empirisme. Cara-cara berpikir rasional dan empiris tersebut tercermin dalam langkah-langkah yang terdapat dalam proses kegiatan ilmiah tersebut.
Kerangka dasar, prosedurnya dapat diuraikan atas langkah-langkah seperti berikut:
1.    Penemuan atau penentuan masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menghadapi berbagai masalah. Kesadaran mengenai masalah yang kita temukan secara empiris tersebut menyebabkan kita mulai memikirkannya secara rasional.
2.    Perumusan kerangka masalah
Langkah ini merupakan usaha untuk mendeskripsikan permasalahannya secara lebih jelas.
3.    Pengajuan hipotesis
Hipotesis adalah kerangka pemikiran sementara yang menjelaskan hubungan antara unsur-unsur yang membentuk suatu kerangka permasalahan.
4.    Deduksi hipotesis 
Kadang-kadang, dalam menjembatani permasalahan secara rasional dengan pembuktian secara empiris membutuhkan langkah perantara.
5.     Pengujian hipotesis
Langkah ini merupakan usaha untuk mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan deduksi hipotesis.
6.      Keterbatasan dan keunggulan metode ilmiah.
·      Keterbatasan:
Semua kesimpulan ilmiah atau kebenaran ilmu termasuk Ilmu Pengetahuan Alam bersifat tentatif, yang artinya kesimpulan itu di anggap benar selama belum ada kebenaran ilmu yang dapat menolak kesimpulan itu, sedangkan kesimpulan ilmiah yang dapat menolak kesimpulan ilmiah yang terdahulu, menjadi kebenaran ilmu yang baru. Keterbatasan lain dari metode ilmiah adalah tidak dapat menjangkau untuk membuat kesimpulan yang bersangkutan dengan baik dan buruk atau sistem nilai, tentang seni dan keindahan, dan juga tidak dapat menjangkau untuk menguji adanya Tuhan.
·      Keunggulan:
Ilmu atau Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai ciri khas yaitu obyektif, metodik, sistematik, dan berlaku umum. Dengan sifat-sifat tersebut, maka orang yang berkecimpung atau selalu berhubungan dengan ilmu pengetahuan akan terbimbing sedemikian rupa hingga padanya terkembangkan suatu sikap ilmiah.
Yang dimaksud dengan sikap ilmiah tersebut adalah sikap:
a.    Mencintai kebenaran yang obyektif, dan bersikap adil.
b.    Menyadari bahwa kebenaran ilmu tidak absolut.
c.    Tidak percaya pada takhayul, astrologi, maupun untung-untungan.
d.   Ingin tahu lebih banyak.
e.    Tidak berpikir secara prasangka.
f.     Tidak percaya begitu saja pada suatu kesimpulan tanpa adanya bukti-bukti yang nyata.
g.    Optimis, teliti, dan berani menyatakan kesimpulan yang menurut keyakinan ilmiahnya adalah benar.



BAB III
PENUTUPAN

1.    Kesimpulan

Manusia dan hewan berbeda, dimana hewan juga mempunyai rasa ingin tahu tetapi rasa ingin tahu tersebut tidak berkembang. Segala aktivitasnya didorong oleh instink itu dengan tujuan untuk melestarikan hidupnya. Untuk itulah mereka mencari makan, melindungi diri dan berkembang biak. Sedangkan manusia mempunyai rasa ingin tahu yang berkembang. Berlandaskan pada pengetahuan tentang beberapa rahasia alam yang diperolehnya, manusia kemudian berusaha untuk menguasai dan memanfaatkan pengetahuannya untuk memperbaiki kualitas dan pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Rasa ingin tahu yang terdapat pada manusia ini menyebabkan pengetahuan mereka menjadi berkembang. Dengan demikian manusia memanfaatkan pengetahuan mereka untuk memecahkan penyebab fenomena mitos terjadi.

Sehingga alam pikiran manusia berkembang karena ada dorongan dari dalam, yaitu rasa ingin tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar